BEREBUT “BERKAH” SENDANG SELIRANG DALAM PERSPEKTIF BEBERAPA KOMUNITAS MASYARAKAT MUSLIM KOTA GEDE, YOGYAKARTA: Sebuah Upaya Mempromosikan Dialog Agama dan Budaya

Authors

  • waryono waryono Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Yogyakarta, 55281

DOI:

https://doi.org/10.14203/jmb.v19i3.485

Keywords:

Sendang Selirang, Abangan, Santri, Intellectual, Harmony, Cendekiawan, Harmoni

Abstract

This article discusses about cultural phenomenon called by sendang selirang. Sendang Seliran is the name of one of the local culture typical in Kota Gede Yogyakarta, which are still preserved. Sendang Seliran is a tradition of cleaning the pool in the former kingdom of Mataram environment early in Kota Gede. The tradition interpreted differently by the three groups in Kota Gede: Abangan, muslim students, and intellectual. The problem is the background why and what are the differences? Although different, why citizens of Kota Gede, remain in harmony? This paper departs from the framework developed by Clifford Geertz interpretive ethnography to understand a cultural event that occurs in the community. The results show that for people Abangan, Sendang Selirang are rites and ceremonies performed with religious emotion and have sacred properties. Turned out to be different meanings for groups of students who are represented by Muhammadiyah. For some activists Muhammadiyah, tradition nawu Sendang (Sendang Selirang) is part of superstition, heresy, and kurafat, so it should be avoided. As for the "intellectuals", the event is not enough nawu sendang viewed from the side of religion, but also in terms of culture. This is a "middle way" to mediate the two previous groups of potential conflict. Evidence suggests that differences in the views of the three groups is not only influenced by their religious views, but also by other factors outside the religion, such as equity in the administration and material benefits. Nevertheless, unity in difference remains the preferred, so that the harmony continues to perform well. Artikel ini membahas tentang fenomena budaya lokal Sendang Selirang. Sendang Selirang merupakan tradisi membersihkan kolam yang berada di bekas lingkungan Kerajaan Mataram Awal di Kota Gede. Tradisi tersebut dimaknai secara berbeda oleh tiga kelompok di Kota Gede, yaitu kelompok Abangan, Santri, dan Intelektual. Permasalahannya, mengapa dan apa latar belakang perbedaannya? Meskipun berbeda, mengapa warga Kota Gede tetap harmonis? Penelitian etnografi dengan wawancara mendalam dan observasi ini telah menemukan bahwa bagi masyarakat Abangan, Sendang Selirang merupakan ritus dan upacara yang dilaksanakan dengan emosi keagamaan dan mempunyai sifat keramat. Pemaknaan ini berbeda dengan kelompok santri yang direpresentasikan oleh Muhammadiyah. Oleh beberapa aktivis Muhammadiyah, ritual ini dianggap sebagai bagian dari takhayul, bid’ah, dan kurafat, sehingga harus dihindari. Sementara itu, bagi kelompok intelektual, peristiwa nawu sendang tidak cukup dipandang dari sisi agama, melainkan juga perlu dilihat dari sisi budaya. Hal itu merupakan “jalan tengah†untuk menengahi dua kelompok sebelumnya dan menghindari terjadinya potensi konflik.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Abdullah, Irwan, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2006.

Abdullah, Taufik (Ed.), Sejarah Lokal Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010. (cetakan ke-6).

Ahimsa-Putra, Heddy Shri, Strukturalisme Levi-Strauss-Mitos dan Karya Sastra, Yogyakarta: Galang Press, 2001.

Angelino, P. de Kat dalam Abdurrachman Surjomihardjo, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe-Sejarah Sosial 1880-1930, Jakarta: Komunitas Bambu, 2008.

Data Monografi Kelurahan Jagalan Tahun 2006.

Dwiyanto, Djoko, Kraton Yogyakarta-Sejarah, Nasionalisme & Teladan Perjuangan, Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009.

Efendi, Yusuf, Dunia Orang Parangkusumo, Tesis di Jurusan Antropologi, UGM, 2006. (Tidak diterbitkan).

Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin, Jakarta: Pustaka Jaya, 1981.

----------, Tafsir Kebudayaan, terj. Francisco Budi Hardiman, Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Geertz, Hildred, Keluarga Jawa, terj. Hersri. Jakarta: Grafiti Press, 1983.

Herusatoto, Budiono, Mitologi Jawa, Yogyakarta: Oncor Semesta Ilmu, 2012.

Heryanto, Mas Fredy, Mengenal Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Yogyakarta: Warna Grafika, 2003.

Jonge, Huub De, Garam Kekerasan dan Aduan Sapi-Esai-esai tentang Orang Madura dan Kebudayaan Madura, terj. Arief B. Prasetyo, Yogyakarta: LKiS, 2012.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1979.

----------, Ritus Peralihan Di Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993.

Laksono, PM., Visualitas, Gempa Yogya 27 Mei 2006,

Working Paper no. 070507 dari Pusat Studi Asia Pasifik, Universitas Gadjah Mada (tidak diterbitkan).

Maula, M. Jadul, Ngesuhi Deso Sak Kukuban-Lokalitas, Pluralisme, Modal Sosial Demokrasi, Yogyakarta: LKiS, 2002.

Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta & Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Nakamura, Mitsuo, Bulan Sabit Muncul Dari Balik Pohon Beringin, terj. Yusron Asrofie, UGM Press: Yogyakarta, 1983.

---------- The Crescent Arises over the Banyan Tree-A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town, c. 1910s-2012 2nd Enlarged Edition, ISEAS Publishing: Singapore, 2012. crossref

Pasha, Musthafa Kemal dan Darban, Ahmad Adaby, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam-dalam Perspektif Historis dan Ideologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Polanyi, Transformasi Besar-Asal-usul Politik dan Ekonomi Zaman Sekarang. Terj. M. Taufiq Rahman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Ricklefs, MC., Sejarah Indonesia Modern, terj. Dharmono Hardjowidjono, Gadjah Mada University Press, 2007 (cetakan ke-9).

Riklefs, MC., “Perubahan Agama dan Perubahan Sosialâ€, pengantar dalam Ahmad Salehudin, Satu Dusun Tiga Masjid-Anomali Ideologisasi, Ideologisasi Agama dalam Agama, Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007.

Riswan, Yulianingsih, Identitas dan Komodifikasi: Manifestasi Agama Hindu di Bali, Makalah disampaikan dalam Seminar Terbuka Hasil Penelitian Antar Budaya, Pusat Studi Asia Pasifik-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 8 November 2008.

R. Ng. Martohastono, Riwayat Pasarean Mataram I, (tanpa tahun).

------------, Riwayat Pasarean Mataram II, (tanpa tahun).

------------, Riwayat Pasarean Mataram III, (tanpa tahun).

Salehudin, Ahmad, Satu Dusun Tiga Masjid-Anomali Ideologisasi, Ideologisasi Agama dalam Agama, Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2007.

Sholeh, Khoirul, Wisata Spiritual-Menjelajah Situs-situs Bersejarah Spiritual di Sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta, Buku Kita: Jakarta, 2008.

Spradley, James P., Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007.

Suseno, Franz Magnis, Etika Jawa- Sebuah Analisis Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Tanpa penulis, Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi, 1991.

Tim Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Yogyakarta, Toponim Kota Yogyakarta, Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, 2007.

Published

2018-02-27

Issue

Section

ARTICLES