POTENSI GRATIFIKASI DALAM TATA KELOLA PELAYANAN PUBLIK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DI BANTEN

DOI:

https://doi.org/10.14203/jmb.v19i2.508

Keywords:

Tata Kelola Pemerintahan, Korupsi, Gratifikasi, Pemanfaatan Air Tanah

Abstract

Hampir disetiap daerah tampaknya organisasi perangkat daerah yang ada tidak memberikan ruang yang memadai bagi pengelolaan urusan air bawah tanah sebagai salah satu sumber daya lokal, tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam pengelolaan urusan itu bukan saja tumpang tindih bahkan cenderung semakin kabur. Kondisi ini membawa implikasi luas terhadap pelayanan publik dan dalam beberapa fase proses perijinan menunjukan potensi gratifikasi yang tinggi. Ruang gratifikasi dalam kasus pajak air tanah terbuka lebar manakala perusahaan pengguna sumur bor melakukan pelanggaran, baik pelanggaran teknis, maupun pelanggaran yang bersifat administratif. Upaya menekan tingkat gratifikasi yang terjadi selama ini harus dimulai dari ketegasan peraturan perundangan, mulai tingkat pusat hingga daerah. Paradigma tentang kandungan air dalam suatu akifer merupakan kesatuan dengan akifer lainnya didalam keseluruhan lapisan tanah yang ada harus ditegaskan dengan jelas, sehingga penentuan zona kritis (zona merah) menjadi mutlak sebagai daerah terlarang untuk diambil airnya. Dengan kebijakan yang tegas seperti ini peta zonase yang dibuat memberi makna terhadap pengendalian dalam pemanfaatan air tanah. Seiring dengan itu penggunaan meteran air sebagai alat ukur pengguaan air tanah mutlak diwajibkan kepada seluruh wajib pajak, hal ini diikuti dengan penataan ulang proses pencatatan meteran dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah yang terintegrasi dalam satu sistim manajemen pemerintahan daerah yang akuntabel. Almost every area appears to regional organizations do not provide sufficient scope for management of the affairs of underground water as one of the local resources, duties and functions of the SKPD in the management of affairs is not only overlap even tend increasingly blurred. This condition carries broad implications for the public service and in some phases of the licensing process indicate the potential for high gratification. Space gratification in the case of ground water tax was wide open when the user enterprise wellbore offense, either a technical violation, and violation of an administrative nature. Efforts to reduce the level of gratification that occurred during this time should start from the firmness of legislation ranging from central to local level. Paradigm of water content in a particular aquifer must be stressed that the soil water content is the unity with other aquifer in the entire layer of the existing soil, so that the determination of the critical zone (red zone) be absolute as the restricted areas to take water. With such a firm policy map created zonase give meaning to control the use of groundwater. Along with the use of a water meter as a measurement of absolute water pengguaan compulsory for all taxpayers, this is followed by rearrangement process of recording the meter and the issuance of the Regional Tax Assessment are integrated in a single management system accountable local government.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Dwiyanto Agus, Partini, Ratminto, Wicaksono Bambang, Tamtiari Wini, Kusumasari Bevaola, dan Nuh Muhamad. (2002). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK), UGM.

Effendi, Sofian. (1986). Pelayanan Publik, Pemerataan dan Adminsitrasi Negara Baru. Dalam Majalah Prisma No 12. Penerbit LP3ES.

Kodoatie, J.R., (2002). Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta: Andi Publisher

Kumorotomo, Wahyudi. (1992). Etika administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.

Lubis, R.F., (2006). Bagaimana Menentukan Daerah Resapan Air Tanah. URL:http:// io.ppi.jepang/download.php?File=file/ inovasi_vol 6_XVIII_Maret 2006 Page 78 pdf, 17 Desember 2007.

Saidi, Anas, dkk. (2005). Kajian Permasalahan Hukum Perkara Tindak Pidana Korupsi Pemerintahan Kota dan Implikasinya terhadap Kinerja Pemerintah: Studi kasus di Tujuh Daerah (Bengkulu, Cilegon, Solo, Salatiga, Kupang, Cimahami, Samarinda). Jakarta: Apeksi.

Syahrir. (1986). Pelayanan dan Jasa-Jasa Publik: Telaah Ekonomi serta Implikasi Sosial Politik. Dalam Majalah Prisma No. 12. Penerbit LP3ES.

Wardiat, Dede, dkk, (2001). Model Restrukturisasi Orgasnisasi Pemerintah Daerah, Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI.

Published

2018-01-21

Issue

Section

ARTICLES