KONFLIK AGRARIA DI INDONESIA: CATATAN REFLEKTIF KONFLIK PERKEBUNAN SAWIT DI KOTAWARINGIN TIMUR

Authors

  • Imam Syafi'i Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI

DOI:

https://doi.org/10.14203/jmb.v18i3.572

Keywords:

tata kelola sda, konflik perkebunan sawit, dan Masyarakat Adat, natural resources management, palm oil plantation conflict, local community

Abstract

Tulisan ini menjelaskan bahwa permasalahan konflik agraria di sektor perkebunan di Kabupaten Kotawaringin Timur merepresentasikan buruknya sistem tata kelola SDA di Indonesia. Berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh tumpang tindih kewenangan dan kebijakan dari level pusat hingga daerah menyebabkan munculnya berbagai pelanggaran hukum seperti pemalsuan dokumen, kriminalisasi, pengrusakan fasilitas. Sementara, negara cenderung memberikan fasilitas yang memudahkan laju ekspansi perusahaan perkebunan sawit yang ekstraktif. Hal ini kemudian mempercepat laju kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan dan marginalisasi kelompok masyarakat adat. Namun demikian, pascarezim otoritarian, munculnya FKKTDM-KT yang diinisiasi oleh DAD memperlihatkan bahwa institusi berbasis komunitas adat mulai memiliki peran dan posisi di dalam tata kelola sumber daya alam di wilayah mereka. Keberadaan FKKTDM-KT yang diperkuat melalui Peraturan Daerah baik di level provinsi maupun kabupaten tidak hanya memperkuat posisi mereka secara kultural juga posisi politik mereka. Hal ini dapat dikatakan sebagai bagian dari respon mereka untuk membangun strategi menghadapi perusahaan besar dan atau negara termasuk di dalamnya upaya-upaya penyelesaian konflik di sektor perkebunan. This paper explains that the problem of agrarian conflict in the plantation sector in East Kotawaringin Regency represents poor natural resource management in Indonesia. Various problems caused by overlapping authority and policy from central to local level lead to numerous law violation, document forgery, criminalization, and facilities destruction. Meanwhile, the state tends to provide privilege for the palm oil plantation company to expand its capital. This might accelerate environmental damage because of land conversion and marginalization of local community. However, after the authoritarian regime, the emergence of FKKTDM-KT initiated by DAD shows that traditional community-based institutions is beginning to have a role and position in the management of natural resources in their territories. The existence of FKKTDM-KT reinforced through better regulation (Peraturan Daerah) at provincial and regency level not only strengthens their position culturally, but also politically. It can be considered as part of their response to develop strategies to cope with companies or government including efforts to resolve the conflict in the plantation sector.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Angelsen, Arild, (ed.). (2010). Mewujudkan REDD+: Strateggi Nasional dan Berbagai Pilihan Kebijakan. Bogor: Center for International Forestry Research.crossref

Astarya, Riri. (2015). “Penyelesaian Konflik Pelaksanaan Tanggungjawab Perusahaan Perkebunan Terhadap Hak Masyarakat Sekitar Atas Pembangunan Kebun di Kabupaten Landak Kalimantan Barat (Tesis pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta). Sumber: http://e-journal.uajy.ac.id/7480/ 1/MIH002063.pdf

Badan Pertanahan Setda Kabupaten Kotawaringin Timur dengan Judul. (2014). “Pengaduan Sengketa Pertanahan di Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2014â€. Kotawaringin Timur: Badan Pertanahan Setda Kabupaten Kotawaringin

Breman, Jan. (1986). Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja di Jawa Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES Indonesia.

Casson, Lionel. (2001). Libraries in the Ancient World. New Haven: Yale University Press.crossref

Cifor. (2016). Konflik Perusahaan-Masyarakat di Sektor Perkebunan Indutsri Indonesia. Bogor: Info Brief No. 144, Juni 2016.crossref

Colchestester, Marcus, dkk. (2006). Promised Land: Palm Oil and Land Acquisition in Indonesia-Implications for local communities and indigenous peoples. England: Forest People Programe dan Bogor: Perkumpulan Sawit Watch

Furnivall, J.S. (2009). Hindia Belanda: Studi Tentang Ekonomi Majemuk terjemahan Samsudin Berlian. Jakarta: Freedom Institute.

Gayatri, Irine H dan Imam Syafi’i (ed). (2015). “Penyelesaian Konflik Agraria di Sektor Perkebunan Sawit di Kotawaringin Timur Kalimantan Tengahâ€. Laporan Penelitian DIPA Tematik P2P LIPI.

Gayatri, Irine H dan Pandu Yushina Adaba (ed). (2014). “Partai Politik, Pemilihan Umum dan Ketimpangan Sosial & Ekonomi di Indonesiaâ€. Laporan Hasil Penelitian INPID dan LIPI.

Haug, Michaela. (2007). Kemiskinan dan Desentralisasi di Kutai Barat: Dampak Otonomi Daerah terhadap Kesejahteraan Dayak Benuaq (Bogor: Center for International Forestry Research).crossref

Harsono, Boedi. (2008). Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional. Jakarta: Djambatan.

Kano, Hiroyoshi. “Tanah dan Pajak, Hak Milik dan Konflik Agraria: Tinjauan Sejarah Perbandingan†dalam Noer Fauzi Rachman (peny.). (1997). Tanah dan Pembangunan: Risalah dari Konferensi INFID ke 10. Jakarta: Pustaka Sunar Harapan dan INFID.

Konsorsium Pembaharuan Agraria. (2015). Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria Disandera Birokrasi. Jakarta: Konsorsium Pembaharuan Agraria.

Konsorsium Pembaharuan Agraria. (2014). Membenahi Masalah Agraria: Prioritas Kerja Jokowi-JK Pada 2015. KPA: Jakarta.

Mulyani, Lilis (ed). (2011). Strategi Pembaruan Agraria Untuk Mengurangi Kemiskinan: Latar Belakang, Konsep, dan Implementasi Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Jakarta: Gading Inti Prima.

Mulyani, Lilis (ed). (2014). Memahami Konflik Agraria dan Penanganannya di Indonesia. Jakarta: Gading Inti Prima.

Mulyani, Lilis. (2014). Masalah Agraria Kontemporer: Tantangan Kebijakan Agraria di Indonesia. Sumber: http://u.lipi.go.id/ 1396916220.

Nurdin, Iwan. (2015) “Memahami Konflik Agraria Perkebunan†di dalam FGD yang dilaksanakan oleh P2P–LIPI di Ruang Rapat Besar Widya Graha Lt. 11 pada tanggal 1 Oktober 2015.

Nordholt dan Klinken (ed) (2007). Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Palupi, Sri. dkk. (2014). Industri Perkebunan Sawit dan Hak Asasi Manusia: Potret Pelaksanaan Tanggung Jawab Pemerintah dan Korporasi terhadap Hak Asasi Manusia di Kalimantan Tengah. Jakarta: The Institute for Ecosoc Rights.

Rachman, Noer Fauzi. (2012). Land Reform Dari Masa ke Masa. Yogyakarta: Tanah Air Beta.

Rajagukguk, Erman. (2007). “Indonesia: Hukum Tanah di Zaman Penjajahan†makalah disampaikan dalam Seminar Antar bangsa, “Tanah Keterhakisan Sosial dan Ekologi: Pengalaman Malaysia dan Indonesiaâ€, Dewan Bahasa dan Pustaka Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA), Universiti Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur, 4-5 Desember.

Robinson, J.A. et.al. (2006). Political foundations of the resources curse. Journal of Development Economics, Vol. 79, pp. 447-468.crossref

Sawit Watch. (2014). “Kaleidoskop Perkebunan Sawit 2014: Tugas Menyelesaikan Warisan Konflik di Sektor Perkebunan Sawit†Tandan Sawit edisi No. 8/ Desember 2014.

Soemardjan, Selo. (1984). Budaya Sastra. Jakarta: Rajawali Press

Tadjoeddin, M Zulfan. (2007). A Future Resource Curse in Indonesia: The Political Economy of Natural Resources, Conflict and Deevelopment. Oxford: Crise Working Paper No. 35

TUK Indonesia, Walhi dan Elsam. (2016). “Reforma Agraria, Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawitâ€. Sumber: http://elsam.or.id/2016/11/reforma-agraria- evaluasi-perizinan-perkebunan-kelapa-sawit/ diakses pada 25 Desember 2016.

WALHI. (2014). Database Konflik Agraria tahun 2014.

Wiradi, Gunawan. (2009). Reforma Agraria Perjalanan yang Belum Berakhir. Bandung: KPA, Sajogyo Institute, dan Akatiga.

Zakaria, R Yando dan Iswari, Paramita. Tanpa Tahun. “Laporan Hasil Assessment: Pelembagaan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Kalimantan Tengahâ€. Jakarta: The Samdhana Institute dan Kemitraan.

Zanden, Jan Luiten van dan Marks, Daan. (2012). Ekonomi Indonesia 1800-2010: Antara Drama dan Keajaiban Pertumbuhan. Jakarta: KITLV dan Kompas.

Published

2016-12-01

Issue

Section

ARTICLES