Pemertahanan Bahasa Ibu tentang Tempat-Tempat Sakral dan Tantangan Perubahan Sosial Budaya Orang Marori dan Kanum di Kabupaten Merauke, Papua

Authors

  • I Ngurah Suryawan Jurusan Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua (UNIPA)

DOI:

https://doi.org/10.14203/jmb.v19i3.545

Keywords:

Pemertahanan, Bahasa Ibu, Perubahan, Sosial Budaya, Lingkungan, Ruang-Ruang Hidup, Preservation, Mother Tongue, Change, Social Culture, Environment, Living Spaces

Abstract

Artikel ini memfokuskan pada upaya bersama-sama yang dilakukan penulis dengan generasi muda di dua suku yaitu Marori dan Kanum di Kabupaten Merauke, Papua untuk melakukan dokumentasi bahasa dan nilai-nilai budaya mengenai hubungan mereka dengan lingkungannya. Kondisi perubahan sosial budaya menghimpit mereka dan pondasi pengetahuan lokal dalam pemanfaatan lingkunga menjadi tergoyahkan. Masyarakat lokal memiliki pengetahuan kaya yang menunjukkan relasi panjang dengan lingkungan alam sekitarnya. Dari perspektif masyarakat terdapat pemetaan ruang-ruang hidup yang mencakup wilayah perkampungan, perkebunan, dan leluhur (pamali). Masyarakat juga menamai wilayah-wilayah tersebut dengan bahasa lokal yang biasanya mengacu kepada nama-nama tumbuhan, hewan, atau peristiwa sejarah penting di lokasi tersebut. Bahasa-bahasa tersebut memiliki makna yang luas dan menjadi cermin ekspresi kebudayaan orang Marori dan Kanum. Dokumentasi bahasa dan makna budaya yang menyertainya sangat penting untuk dilakukan sebagai penanda pengetahuan lokal yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Usaha tersebut tidak mudah di tengah mulai tercerabutnya akar budaya dan hilangnya pengetahuan bahasa lokal. Penghargaan terhadap lingkungan menjadi terabaikan dan perusakan berlangsung terus-menerus untuk kepentingan uang. This article focuses on exploring the use of mother tongue on sacred places for the Marori and Kanum People in Merauke District, Papua. The mother tongue for sacred places contains the meaning that links people's relationship with their environment. Local people have rich knowledge that shows long relationships with the surrounding natural environment. There are mapping of living spaces covering the village area, plantations, and ancestors (pamali) from their perspective of society. The community also names these areas in their mother tongue, which usually refers to the names of important plants, animals, or historical events at the site. These mother tounge have a wide meaning and mirror the cultural expressions of Marori and Kanum people. The condition of socio-cultural change hinders them and, moreover, the foundation of their local knowledge in the utilization of the environment becomes unsteady. This article explores the meaning behind the mother tongues in the living spaces of Marori and Kanum people. Mother tongue translation becomes very urgen amid socio-cultural changes that cause damage to the environment. The effort is not easy amid the loss process of culture and knowledge of local languages. The efforts to protect the environment have been abandoned and the process of destruction has occurred continuously for the sake of economic interests.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Broek OFM, Drs. Theo van den. 2002. Mengatasi Keterpecahan yang Melumpuhkan, Jayapura: SKP Keuskupan Jayapura dan LSPP Jakarta, 2002.

Giay, Benny. 1996, “Pembangunan Irian Jaya dalam Perspektif Agama, Budaya, dan Antropologi†makalah dalam Simposium Masyarakat dan Pembangunan di daerah Irian Jaya yang dilaksanakan BPC GMKI Jayapura tahun 1996.

Henley, David, Jamie Davidson dan Sandra Moniaga (editor). (2010). Adat dalam Politik Indonesia, Jakarta: KITLV Jakarta dan Yayasan Obor Indonesia.

Iskandar, Johan. 2016. “Etnobiologi dan Keragaman Budaya di Indonesia†dalam Jurnal Umbara: Indonesian Journal of Anthropology, Jurusan Antropologi Universitas Padjajaran Bandung, Vol 1 (1) Juli 2016.

Laksono, P.M. 2002. “Tanpa Tanah, Budaya Nir-Papan, Antropologi Antah Berantah†dalam Lounela, Anu dan R. Yando Zakaria (editor). (2002). Berebut Tanah: Beberapa Kajian Berperspektif Kampus dan Kampung, Yogyakarta: Insist, Jurnal Antropologi Indonesia dan Karsa.

Laksono, P.M. 2011. “Ilmu-ilmu Humaniora, Globalisasi, dan Representasi Identitasâ€. Pidato yang disampaikan pada Peringatan Dies Nataliske-65 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 3 Maret 2011.

Lounela, Anu dan R. Yando Zakaria (editor). (2002). Berebut Tanah: Beberapa Kajian Berperspektif Kampus dan Kampung, Yogyakarta: Insist, Jurnal Antropologi Indonesia dan Karsa.

Muliawan, Muhamad Budi. 2013. “Kearifan Tradisional Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan oleh Suku Kanume di Taman Nasional Wasur†Skripsi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Indonesia.

Patriana, Ratna. Soeryo Adiwibowo, Rilus A. Kinseng, dan Arif Satria. 2016. “Perubahan Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut Tradisional (Kasus Kelembagaan Sasi di Kaimana)†dalam Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, Desember 2016, hal 257-264. crossref

Rahman, Noer Fauzi. 2015. “Memahami Reorganisasi Ruang dalam Perspektif Politik Agraria†dalam Jurnal Bhumi STPN (Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional) Vo.1 No.1 Mei 2015.

Ramstedt, Martin dan Fadjar Ibnu Thufail (editor). (2011). Kegalauan Identitas: Agama, Etnisitas, dan Kewarganegaraan pada masa Pasca-Orde Baru, Jakarta: PSDR LIPI, Max Planck Institute for Social Anthropology dan Grasindo.

Rutherford, Danylin. 2000. “The White Edge of the Margin: Textuality and Authority in Biak, Irian Jaya, Indonesia†dalam American Etnologist Vol. 27, No. 2 (May, 2000), pp. 312-339. crossref

Scott, James C. (1995). State Simplifications, Some Applications to Southeast Asia. Amsterdam: CASA. crossref

Suryawan, I Ngurah. 2017 “Draft narasi penelitian lapangan di Kampung Wasur April 2016†dalam skema Major Documentation Project, MDP0336 (2016-2017) dari ELDP (Endagered Language Development Project) SOAS London yang berjudul The Endangered Papuan Languages of Merauke-Indonesia: ethnobiological and linguistic documentation.

Suryawan, I Ngurah. 2017a Monograf “Dinamika Etnoekologi dan Transformasi Orang Marori dan Kanum di Kabupaten Merauke, Papua†dalam skema Major Documentation Project, MDP0336 (2016-2017) dari ELDP (Endagered Language Development Project) SOAS London yang berjudul The Endangered Papuan Languages of Merauke-Indonesia: ethnobiological and linguistic documentation.

Suryawan, I Ngurah. 2017b Draft buku “Ruang Hidup yang Redup: Etnografi Orang Marori dan Kanum dengan Ekologinya†dalam skema Major Documentation Project, MDP0336 (2016-2017) dari ELDP (Endagered Language Development Project) SOAS London yang berjudul The Endangered Papuan Languages of Merauke-Indonesia: ethnobiological and linguistic documentation.

Timmer, Jaap. (2013). “Melampaui Kulturalismeâ€, Pengantar dalam I Ngurah Suryawan, Jiwa yang Patah. Yogyakarta: Kepel Press dan Jurusan Antropologi Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat.

Tsing, A.L. (2005). Friction: An Ethnography of Global Connection. Princeton and Oxford: Princeton University Press.

Wattimena, Marthinus Corneles. 2013. “Perspektif Tempat Penting Suku Malind sebagai arahan dalam penyusunan detail tata ruang wilayah Kabupaten Merauke†Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Yarman. 2012. “Interaksi Masyarakat Suku Asli (Masyarakat Adat) dengan Masyarakat pendatang dan impliaksinya pada rancangan pengelolaan Taman Nasional Wasur†Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Zollner, Zilfred. 2006. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya di Papua Barat: Studi Realita Sosial dan Perspektif Politis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan bekerjasama dengan The Evangelical Church in the Rhineland dan Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.

Published

2018-02-27

Issue

Section

ARTICLES