DINAMIKA RELASI SOSIAL-KEAGAMAAN MASYARAKAT AHMADIYAH DAN NON-AHMADIYAH

DOI:

https://doi.org/10.14203/jmb.v19i1.381

Keywords:

relasi sosial-keagamaan, segregasi, ikatan kewargaan, jemaat Ahmadiyah Indonesia, manislor

Abstract

Religious sentiment is often called as primary factor behind the many cases of violent conflict in Indonesia. Nevertheless, many contemporary studies on conflict and peace showed that trigger variables of conflict are not only varied but also layered and unique. This article reveals about the relational model and management between JAI (Jemaat Ahmadiyah Indonesia/Indonesian Ahmadiyya Community) and non-JAI in the rural Manislor. By phenomenology, this study looked at the depth of relations, perceptions, and conceptions of both groups; and by genetic structuralism of Bourdieu, this study revealed the relationships that unite and integrate of these two groups. Some of the findings appeared that besides the theological factor, the variables such as group sentiments, space separation, identity polemic, economical jealousy, political jealousy and elite interference, contribute to the segregation and conflict between them. Thus, this is the the strengthening of social bonding such as local habituations and local wisdoms is an urgent matter to build a suistainable peace. As well as the agents of civil society, with their own way, must be readily to care and control the mechanisms of conflict resolution. Dalam berbagai kasus konflik kekerasan yang marak terjadi di Indonesia, sentimen agama sering dikatakan sebagai faktor utama dibaliknya. Namun demikian, studi-studi kontemporer atas konflik dan perdamaian, menunjukkan bahwa variabel yang menjadi pemicu konflik bukan saja beragam, tetapi juga berlapis dan unik. Tulisan ini mengkaji model relasi dan pengelolaan relasional antarkelompok beragama JAI dan non-JAI di Permukiman Desa Manislor. Dengan menggunakan kaca mata fenomenologi, penelitian ini melihat kedalaman relasi, persepsi, dan konsepsi kedua kelompok; serta dengan sudut pandang strukturalisme genetik Bourdieu, penelitian ini mengungkap relasi kedua kelompok yang bersifat menyatukan dan mengintegrasi di tengah tarik-menarik situasi kultural dan kekuasaan yang melingkupinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor sepertisentimen kelompok, pemisahan ruang, polemik identitas, kecemburuan ekonomi, kecemburuan politik, hingga interfensi elit, turut menyumbang segregasi konflik antara masyarakat JAI dan non-JAI di Manislor, di samping faktor teologis. Namun demikian, pada saat bersamaan penelitian ini juga menguak faktor-faktor kultural-tradisi yang justru memperkuat ikatan kewargaan antarkelompok, bahkan ketika dalam keadaan bertikai sekalipun. Pada akhirnya, penelitian ini menemukan urgensitasnya: pengarus utama anhabituasi-habituasi lokal sebagai resolusi konflik dalam upaya membangun binadamai nirkekerasan. Begitu pula agen-agen civil society yang dengan caranya masing-masing, merupakan potensi penting dalam pengembangan mekanisme penanganan konflik.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Adams, C.J. (1985). The Hermeneutics of Henry Corbin. In R.C. Martin (Ed.), Approaches to Islam in Religious Studies (hal. 129–150). Arizona: The University of Arizona Press.

Ahmad, M.G. (2013). Al-Wasiat. Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

Amstrong, K. (2013). Compassion: 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih. Bandung: Mizan.

Anheier, H., & Kendall, J. (2002). Interpersonal Trust and Voluntary Associations: Examining Three Approaches. The British Journal of Sociology, 53(3), 343–362. crossref

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. (2016). Statistik Daerah Kecamatan Jalaksana 2016. Kuningan, Jawa Barat. Diambil dari http://kuningankab.bps.go. id

Barker, C. (2004). The SAGE Dictionary of Cultural Studies (Digital). London: SAGE Publications. Diambil dari http://ww1.bookzz.org/book/609392/d7 4478

Barth, W.K. (2008). On Cultural Rights: The Equality of Nations and the Minority Legal Tradition. Leiden: Martinus Nijhoff Publishers. Diambil dari http://ww1.bookzz.org/book/1215858/0 0a9af

Beckmann, F. von B. (2009). Riding or killing the centaur? Reflections on the Identities of Legal Anthropology. International Journal of Law in Context, 4(2), 85–110. crossref

Bertrand, J. (2007). Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia (Digital Pr). New York: Cambridge University Press. Diambil dari www.cambridge.org/ 9780521818896

Boggs, C. (2016). Social Capital and Political Fantasy: Robert Putnam â€TM s “Bowling Alone.†Theory and Society, 30(2), 281–297. Diambil dari http://www.jstor.org/stable/657878

Boix, C., & Posner, D.N. (1998). Social Capital : Explaining Its Origins and Effects on Government Performance. British Journal of Political Science, 28(4), 686–693. Diambil dari https://www.cambridge.org/core/article/ social-capital-explaining-its-origins-and-effects-on-government-performance/4C8342C37321E86610E8 DA85F464B298

Bourdieu, P., & Wacquant, L.J.D. (1992). An Invitation to Reflexive Sociology (1st Editio). Chicago: University of Chicago Press. Diambil dari http://ww1.bookzz. org/book/917884/8befe0

Colbran, N. (2016). Realities and challenges in realising freedom of religion or belief in Indonesia, 2987(November), 678–704. crossref

Colemen, J.S. (1990). Foundation of Social Theory. Cambridge M.A.: Hardvard University Press.

Erricker, C. (2002). Pendekatan Fenomenologis. In P. Connolly (Ed.), Aneka Pendekatan Studi Islam (hal. 105–146). Yogyakarta: LKiS.

Fisher, S., Ludin, J., Williams, S., Williams, S., Abdi, D.I., & Smith, R. (2000). Working with Conflict: Skills and Strategies for Action. New York: Zed Books.

Ghanea, N. (2012). Are Religious Minorities Really Minorities ? Oxford Journal of Law and Religion, 1(1), 57–79. crossref

Institute for Economics & Peace. (2014). Global Peace Index 2014; Measuring Peace and Assessing Country Risk. Sydney. Diambil dari http://www.economicsand peace.com

King, U. (1995). Historical and Phenomenological Approaches. In F. Whaling (Ed.), Theory and Method in Religious Studies: Contemporary Approaches to the Study of Religion (hal. 41–176). Berlin; New York: Mouton de Gruyter.

Kingsley, J.J. (2010). Tuan Guru , community and conflict in Lombok , Indonesia. University of Melbourne. Diambil dari http://hdl.handle.net/11343/35693

Kymlicka, W. (2001). Politics in the Vernacular: Nationalism, Multiculturalism and Citizenship. London: Oxford University Press.

Making Democracy Work, Civic Relation in

Indonesia’s New Order. (n.d.).

Maso’ed, M., & Maksum, M. (2000). Kekerasan Kolektif, Kondisi, dan Pemicu. Yogyakarta: P3PK UGM.

Mclaughlin, K., & Perdana, A. (2010). Conflict and Dispute Resolution in Indonesia Information from the 2006 Governance and Decentralization Survey (Indonesian Social Development Paper; 16 No. 53716). Washington, DC. Diambil dari http://documents.worldbank.org/curated /en/492901468040487843/Conflict-and-dispute-resolution-in-Indonesia-information-from-the-2006-governance-and-decentralization-survey

Miles, M.B., Huberman, A.M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis: An expanded Sourcebook (3rd Editio). California: SAGE Publications. crossref

Mujiburrahman. (2006). Feeling Threatened: Muslim-Christian Relations in Indonesia’s New Order (ISIM Disse). Amsterdam: Amsterdam University Press. Diambil dari http://dspace.library.uu.nl/bitstream/ handle/1874/12667/full.pdf?sequence=13 crossref

Patulny, R.V, Lind, G., & Svendsen, H. (2007). Exploring the Social Capital Grid : Bonding, Bridging, Qualitative, Quantitative. The International Journal of Sociology and Social Policy, 27(1/2), 32–51. crossref

Prawira, T. (2012). Sejarah Desa Manislor & Sejarah Jemaat Ahmadiyah Cabang Manislor. Kuningan, Jawa Barat.

Putnam, R.D., Leonardi, R., & Nanetti, R.Y. (1993). Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy (STU-Stud). Princeton: Princeton University Press. Diambil dari http://www.jstor.org/ stable/j.ctt7s8r7

Roberts, K.A. (2004). Religion in Sociological Perspective. Belmont: Wadsworth.

Ropi, I. (2012). Minoritas, Legal Jihad, dan Peran Negara. Jurnal Maarif: Negara, Agama, dan Perlindungan Hak-hak Minoritas, 7(1), 12–26.

SETARA Institute. (2016). Bahan Bacaan Indeks HAM 2015. Jakarta. Diambil dari http://setara-institute.org/wp-content/uploads/2016/01/BAHAN-BACAAN-INDEKS-HAM-2015.pdf

SETARA Institute. (2017). Kondisi Kebebasan

Beragama di Indonesia 2016. Jakarta. Diambil dari http://setara-institute.org/kondisi-kebebasan-beragamaberkeyakinan-dan-minoritas- keagamaan-di-indonesia-2016/

Suhamiharja, Suhandi, A., & dkk. (1995). Wujud Arti dan Fungsi Puncak-puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya di Jawa Barat. Bandung: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

The Wahid Institute. (2014). Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2014. Jakarta.

Vandenberghe, F. (2006). The Age of Epigones: Post-Bourdieusian Social Theory in France. In G. Delanty (Ed.), Handbook of Contemporary European (Digital, hal. 69–81). New York: Routledge. Diambil dari http://ww1.bookzz.org/ book/733154/83a6c3

Vendley, W., & dkk. (2011). Merayakan Kebebasan Beragama. In E.P. Taher (Ed.), Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi (hal. 698–702). Jakarta: Democracy Project. Diambil dari www.abad-demokrasi.com

Warnaen, S. (1988). Pandangan Hidup Orang Sunda: Satu Hasil Studi Awal. In H.W. Bachtiar (Ed.), Masyarakat dan Kebudayaan: Kumpulan karangan untuk Prof. Dr. Selo Soemardjan (hal. 399–420). Jakarta: Djambatan.

Rujukan Wawancara

Asep, Warga Masnislor Non-Ahmadiyah, Pengurus Rukun Warga.

Dimayati (52 tahun), Warga Masnislor, Anggota Jemaat Ahmadiyah, Petani.

Jamhari (80 tahun), Warga Manislor, Anggota Jemaat Ahmadiyah, Sesepuh Desa.

Muhammad Syafaat, Pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Cirebon.

Nursali, Warga Manislor, Anggota Jemaat Ahmadiyah.

Salimin Sa’dillah (61 tahun), Pengurus MUI Kabupaten Kuningan 1983-sekarang.

Tohari (77 tahun), Warga Manislor, Anggota Jemaat Ahmadiyah.

Uun (53 tahun), Warga Manislor, Anggota Jemaat Ahmadiyah, Ibu Rumah Tangga, Pedagang.

Yati (28 tahun), Warga Manislor, Anggota Jemaat Ahmadiyah, Ibu Rumah Tangga,

Pedagang.

Yusup Ahmadi, Kepala Desa Manislor periode

-sekarang.

Published

2017-06-20

Issue

Section

ARTICLES